18 December 2014

Suamimu Itu Kekasihku Part 1


Sudah sebulan aku menikahi Intan, namun tak sedikitpun aku menyentuhnya. Aku sudah berusaha keras menjadi anak yang berbakti kepada orangtua, menjadi seorang kakak yang berharap menjadi panutan untuk adik-adiknya, serta berusaha menjadi suami yang baik untuk istriku. Mama telah berusaha membuatku ke jalan yang dia anggap terbaik untukku, tetapi bagiku pilihan ini justru membuat seorang wanita terluka dan menangis karena sikapku.

“Aku tau, kita hanya dijodohkan oleh orangtua kita. Tak bisakah kau mencintaiku setulus hatimu?” tanya Reta sambil terisak-isak, aku tak kuasa selalu melihatnya menangis. Aku selalu memeluknya saat butiran-butiran airmatanya menggenang di pelupuk matanya.

“Maaf, aku hanya butuh waktu.” Aku mencoba memberikan alasan kepada Reta, istriku yang ternyata mencintaiku setulus hati sejak pertemuan pertama perjodohan dulu.

“Apakah kau mencintai wanita lain?” tanya Reta, aku menggeleng cepat karena tuduhannya sama sekali salah. Aku bahkan tak mencintai wanita mana pun. Aku selalu tercekat ketika aku hendak mengatakan sesuatu dengannya. Aku tak ingin melukainya lebih dalam lagi dengan pernyataanku nanti. Tapi aku selalu berharap, dia akan menerima dengan lapang dada.

***
Setelah beberapa lama, Intan sudah tak pernah menuntutku macam-macam. Dia wanita yang baik seharusnya dia menjadi istri seorang laki-laki yang tidak sepertiku. Tapi mau di kata apalagi, nasi sudah menjadi bubur. Andai waktu bisa diulang lagi, aku akan menolak pernikahan ini andai saja aku lebih tahu dampak yang terjadi setelah aku menikah dengan Intan.

“Halo” aku menjawab sebuah telepon yang tak lain adalah dari Rendra.

“Gimana kabarmu dengan istrimu?” Rendra langsung to the point, membuatku semakin tak enak hati dengan Rendra. Rendra adalah sahabatku lebih tepatnya, mantan pacarku.

“A...aku ba..baik saja kok. Ada apa Ren?” aku tergagu bingung, entah haruskah senang ataukah sedih saat Rendra harus datang lagi dalam kehidupanku.

“Aku rindu denganmu, bolehkah aku ke rumahmu. Tenang saja istrimu tidak akan curiga kalau laki-laki yang datang menemuimu.” Rengek Rendra yang masih saja merayuku untuk menemuinya. Aku tergelitik dengan semua rayuannya yang memabukkan itu. Aku menyetujui keinginannya yang akan datang ke rumah selama Mama tidak tahu.

Sehabis Isya, Rendra datang ke rumah membawa semangkuk bakso. Aku sedikit kikuk menerimanya, seharusnya Rendra membawakannya dua porsi bukan satu porsi begini kan. Tapi untuk menghargai usahanya menemuiku, aku pun menerima pemberiannya. Intan pun langsung menyapa Rendra dengan senang hati.

“Loh, ada tamu ya mas.” Kata Intan sambil menyambangi ruang tamu dengan senyuman manisnya.

“Aku Rendra, kamu Intan kan istrinya Mas Danu. Aku sahabatnya.” Rendra pun akhirnya mau nggak mau harus beramah tamah dengan Intan. Walaupun wajahnya terlihat sedikit jelous.

“Oh, jadi ini mas Rendra. Mas Danu sering cerita soal mas Rendra katanya sahabat karib dari jaman SMA.”

“Oh, ya. Emang mas Danu cerita apa aja, Ntan?” Rendra tergelitik saat Intan berbasa-basi. Aku hanya terdiam tercenung melihat aksi mereka saling beramah tamah.

“Ehm...ehm” aku pun berdehem memberikan kode untuk mereka yang sedari tadi bercerita panjang lebar. Aku pun merasa di cuekin Rendra. Menyadari hal itu, Intan langsung ke dapur untuk membuatkan minuman, sedangkan Rendra langsung menghentikan obrolannya dengan Intan.

“Jangan marah lah, aku hanya mengobrol sebentar dengan istrimu.”

“Walaupun dia wanita bukan laki-laki, aku juga malas jika melihatmu begitu akrab dengannya.” Sahutku dengan muka masam.

“Hei, kau ini aku datang jauh-jauh bukan untuk melihatmu marah kan. Oke, aku minta maaf.”

“Sudahlah, lupakan saja.” Cetusku sambil membuka bungkusan berisi satu porsi bakso.

“Istrimu itu cantik, tapi sayangnya dia nggak tahu kalau suaminya itu gay. Apa jadinya kalau istrimu tahu hal ini, bukankah justru akan membuatnya terluka. Mamamu memang salah langkah dalam memutuskan hal ini.” Rendra selalu saja mempunyai pikiran yang sama denganku. Aku bingung harus bersikap seperti apa lagi dengan Intan.

Malam ini kali pertamanya aku bertemu dengan Rendra semenjak aku sudah menikah dengan Intan. Tapi kali ini setiap seminggu sekali, aku rutin bertemu dengan Rendra. Entah itu di rumahku atau menemuinya di kontrakan. Bersama Rendra aku bahkan lebih bahagia dan nyaman daripada dengan istriku sendiri. Suatu hari aku akan berterus terang dengan Intan dan aku ingin dia menceraikan aku.

“Mama.” Aku tergugu melihat wajah Mama pagi-pagi sudah datang ke rumah. Intan juga sudah berada di ruang tamu menemui Mama. Matanya terlihat sembab, aku curiga pastilah Intan menceritakan tentang masalah rumah tanggaku dengan Mama.

“Mau sampai kapan Mama menunggu seorang cucu?” Mama mencoba mencairkan suasana. Lagi-lagi pertanyaan yang membuatku gelisah. Aku tertawa kelu mendengarkan pertanyaan dari mama. Boro-boro cucu, menyentuh Intan saja tidak.

“Sabar, Ma. Intan pasti akan memberikan Mama cucu.” Intan terlihat sedang menghibur Mama walaupun dia sendiri sebenarnya tidak yakin dengan hubungannya yang sedang dijalaninya denganku. Aku pura-pura tak mendengarkan perkataan Mama, kuraih handuk dan segera melangkahkan kaki menuju kamar mandi.

“Danu!” kali ini Mama melengkingkan suaranya tinggi. Aku menghentikan langkahku mendengar suaranya. Aku gemetar melihat Mama yang begitu marahnya dan menamparku keras-keras.

Plaaak

Tangan mama melayang ke arah pipiku. Hantaman yang begitu menyakitkan. Perih dan panas.

“Sekali lagi kamu temui temanmu Rendra, Mama nggak akan segan-segan lagi buat...?” Mama mencoba hati-hati dalam bicara, apakah mungkin Intan sudah tahu hal ini, ataukah Mama masih menyembunyikan hal ini. Intan menatap mama dengan tatapan bingung. Sedangkan aku masih tertunduk dengan wajah kuyu, sambil menahan rasa perihku sehabis kena tamparan mama. Apalagi yang akan mama lakukan pada hidupku???


-bersambung...

2 comments:

  1. Asyik juga tengah malam gini baca ceritanya, di tunggu sambungannya mabak

    ReplyDelete
  2. hehehe makasih ya, udah sempetin baca.....
    oke tunggu aja kelanjutannyaa.. :)

    ReplyDelete