4 July 2015

Dear diary... Ramadhan malam 18...


Malam ini, aku ingin sekali mencoba mengeluarkan sedikit rasa amarah dalam hati kecilku. Rasanya ingin menangis, tak tahu salahku dimana?

Siang ini, jam 11.00 WIB...

Aku datang ke sebuah salah satu toko busana batik yang berada di kawasan malioboro, hari ini aku datang karena ada panggilan tes wawancara. Awalnya aku semangat sekali karena inilah yang aku idamkan sebelum aku lulus kuliah. Yaps, jadi desainer itulah impianku.

Tepat pukul 11.00 aku diantar salah seorang karyawan toko menuju ruangan pihak personalia yang akan melakukan test padaku. Aku dipersilahkan duduk, dengan sedikit canggung aku pun masuk dan berusaha sesopan mungkin untuk segera duduk di kursi yang sudah disediakan. Seorang wanita yang aku perkirakan lebih tua dariku, mencoba membuka obrolan siang ini.

“mbak lilih ya?” tanyanya beramah tamah.

“Iya” jawabku lantang.

“maaf mbak sebelumnya, saya mau bertanya kalau mbak Lilih diterima kerja di sini kira-kira mbak mau tidak melepas jilbabnya, hanya saat waktu kerja saja kok.” Kata mbak-mbak yang aku sendiri tidak tahu siapa namanya panjang lebar.

Sejenak aku tergugu, nggak ngerti dan merasa ini seperti lelucon dan sebuah permintaan , yang tak ingin aku menurutinya. Walaupun emang ini pekerjaan yang menarik untukku. Sedikit lama aku untuk menjawab pertanyaan mbak itu.

“maaf mbak, kalau tidak lepas jilbab gimana?” tanyaku sambil sedikit merengek berharap peraturan itu hanya formalitas saja tak perlu diterapkan.

“Maaf, mbak ini sudah peraturan yang dibuat di sini. Gimana mbak mau tidak? Tapi nggak perlu mbak jawab sekarang kok, nanti sambil dipikir-pikir lagi aja.”

Tercenung dengan permintaan mbak itu, aku pun jadi tak berselera mengerjakan test-test yang diberikan mbak itu. Semua jadi kacau, bahkan aku menjadi tak berniat lagi untuk bekerja di sini. Aku percaya Allah akan menggantikan rejeki di tempat lain, tanpa aku harus menanggalkan jilbabku di tempat kerja.

Aku sedih malam ini bukan karena saja permintaan melepas jilbab di tempat kerja, melainkan karena seseorang yang mengaku peduli denganku marah dengan keputusanku yang tak ingin lanjut jikalau mendapat telepon konfirmasi di terima bekerja. Apa salahku? Aku hanya manusia yang sedang berusaha selalu di jalan Allah dan patuh pada ajaran agamaku. Miris sekali hati ini, setelah aku membayangkan dia akan setuju dengan langkahku ini, tapi ternyata dia menyudutkanku di tepi jurang. Beranggapan aku telah menyiakan kesempatan emas.

“emangnya kamu pikir cari kerja itu gampang!!” suara lantang dari ujung telepon di seberang sana.
Astagfiruloh, mendengarnya saja hati menjadi merasa kelu sekali. Ini memang ujian dan cobaanku. Di sini lah aku diuji ketakwaanku kepada Allah daripada menuruti kemauan dan keegoisan dari seseorang yang menilaiku sebelah mata. Aku mencoba menjelaskan alasanku dan orangtuaku yang tidak membolehkan melanjutkan di tempat kerja itu. Dia semakin marah sejadinya, aku di bilang keras kepala lah, tidak nurut lah sama nasehatnya sampai aku disuruh untuk instropeksi diri, aku mencoba merenung apalagi yang harus aku renungkan, keputusan ini sudah bulat aku ambil dan aku merasa benar dalam hal ini.

Sejenak merenung kembali, apa aku salah dengan tindakanku ini? lalu, aku kembali berpikir ulang, Allah akan lebih marah jika aku menuruti hawa nafsu saja, menuruti untuk menanggalkan jilbab ini. Yaps, aku mengerti, aku tidak salah, aku punya pedoman. Biarlah orang berkata apapun yang penting Allah sayang padaku. Rejeki memang sudah ada yang mengatur, mungkin aku akan digantikan tempat untuk mendulang rejeki yang lebih baik di mata Allah.

Jikalau dia merasa tak terima dengan keputusanku ini, biarlah mungkin dia emang bukan yang terbaik untuk hidupku ke depan.

Wassalam...

4 comments:

  1. wih blog diarynya keren nih bisa buat bacaan ehehehe

    ReplyDelete
  2. Hihihi makasih yaa uda sempet mampir baca :)

    ReplyDelete
  3. wih numpang blogwalking ya kak

    ReplyDelete
  4. oke makasihh yaa udah berkunjung kesini :)

    ReplyDelete