Malam ini,
aku ingin sekali mencoba mengeluarkan sedikit rasa amarah dalam hati kecilku. Rasanya
ingin menangis, tak tahu salahku dimana?
Siang ini,
jam 11.00 WIB...
Aku datang
ke sebuah salah satu toko busana batik yang berada di kawasan malioboro, hari
ini aku datang karena ada panggilan tes wawancara. Awalnya aku semangat sekali
karena inilah yang aku idamkan sebelum aku lulus kuliah. Yaps, jadi desainer
itulah impianku.
Tepat pukul
11.00 aku diantar salah seorang karyawan toko menuju ruangan pihak personalia
yang akan melakukan test padaku. Aku dipersilahkan duduk, dengan sedikit canggung
aku pun masuk dan berusaha sesopan mungkin untuk segera duduk di kursi yang
sudah disediakan. Seorang wanita yang aku perkirakan lebih tua dariku, mencoba
membuka obrolan siang ini.
“mbak
lilih ya?” tanyanya beramah tamah.
“Iya”
jawabku lantang.
“maaf
mbak sebelumnya, saya mau bertanya kalau mbak Lilih diterima kerja di sini
kira-kira mbak mau tidak melepas jilbabnya, hanya saat waktu kerja saja kok.” Kata
mbak-mbak yang aku sendiri tidak tahu siapa namanya panjang lebar.
Sejenak
aku tergugu, nggak ngerti dan merasa ini seperti lelucon dan sebuah permintaan ,
yang tak ingin aku menurutinya. Walaupun emang ini pekerjaan yang menarik
untukku. Sedikit lama aku untuk menjawab pertanyaan mbak itu.
“maaf
mbak, kalau tidak lepas jilbab gimana?” tanyaku sambil sedikit merengek
berharap peraturan itu hanya formalitas saja tak perlu diterapkan.
“Maaf,
mbak ini sudah peraturan yang dibuat di sini. Gimana mbak mau tidak? Tapi nggak
perlu mbak jawab sekarang kok, nanti sambil dipikir-pikir lagi aja.”
Tercenung
dengan permintaan mbak itu, aku pun jadi tak berselera mengerjakan test-test
yang diberikan mbak itu. Semua jadi kacau, bahkan aku menjadi tak berniat lagi
untuk bekerja di sini. Aku percaya Allah akan menggantikan rejeki di tempat
lain, tanpa aku harus menanggalkan jilbabku di tempat kerja.
Aku sedih
malam ini bukan karena saja permintaan melepas jilbab di tempat kerja,
melainkan karena seseorang yang mengaku peduli denganku marah dengan
keputusanku yang tak ingin lanjut jikalau mendapat telepon konfirmasi di terima
bekerja. Apa salahku? Aku hanya manusia yang sedang berusaha selalu di jalan
Allah dan patuh pada ajaran agamaku. Miris sekali hati ini, setelah aku
membayangkan dia akan setuju dengan langkahku ini, tapi ternyata dia
menyudutkanku di tepi jurang. Beranggapan aku telah menyiakan kesempatan emas.
“emangnya
kamu pikir cari kerja itu gampang!!” suara lantang dari ujung telepon di
seberang sana.
Astagfiruloh,
mendengarnya saja hati menjadi merasa kelu sekali. Ini memang ujian dan
cobaanku. Di sini lah aku diuji ketakwaanku kepada Allah daripada menuruti
kemauan dan keegoisan dari seseorang yang menilaiku sebelah mata. Aku mencoba
menjelaskan alasanku dan orangtuaku yang tidak membolehkan melanjutkan di
tempat kerja itu. Dia semakin marah sejadinya, aku di bilang keras kepala lah,
tidak nurut lah sama nasehatnya sampai aku disuruh untuk instropeksi diri, aku
mencoba merenung apalagi yang harus aku renungkan, keputusan ini sudah bulat
aku ambil dan aku merasa benar dalam hal ini.
Sejenak
merenung kembali, apa aku salah dengan tindakanku ini? lalu, aku kembali
berpikir ulang, Allah akan lebih marah jika aku menuruti hawa nafsu saja,
menuruti untuk menanggalkan jilbab ini. Yaps, aku mengerti, aku tidak salah,
aku punya pedoman. Biarlah orang berkata apapun yang penting Allah sayang
padaku. Rejeki memang sudah ada yang mengatur, mungkin aku akan digantikan
tempat untuk mendulang rejeki yang lebih baik di mata Allah.
Jikalau
dia merasa tak terima dengan keputusanku ini, biarlah mungkin dia emang bukan
yang terbaik untuk hidupku ke depan.
Wassalam...
wih blog diarynya keren nih bisa buat bacaan ehehehe
ReplyDeleteHihihi makasih yaa uda sempet mampir baca :)
ReplyDeletewih numpang blogwalking ya kak
ReplyDeleteoke makasihh yaa udah berkunjung kesini :)
ReplyDelete