“Silvia!”
panggil Seno saat aku hendak membuka pintu mobil, aku menoleh ke arahnya. Dan
dia menarik tanganku mengajakku menjauh dari rumah dan mobil. Aku sedikit
bingung dengan sikapnya hari ini.
“Aku
pasti akan datang ke acara ulang tahunmu, Vi.” Kata Seno sambil tiba-tiba dia
mengecup bibirku. Hangat saat bibirku menyentuh bibirnya. Aku hanya mampu
tercenung sesaat setelah Seno menciumku.
“Ayo,
kita pulang. Sopirmu sudah menunggu.” Ajak Seno sambil terus menggandeng
tanganku mendekati mobilku. Entah apa yang sebenarnya aku rasakan terhadap
Seno. Mungkinkah aku benar-benar jatuh cinta dengannya.
Aku terus
saja memikirkan Seno sejak hari itu. Setiap sebelum tidur, aku selalu berharap
aku akan memimpikannya. Tapi apa kata teman-temanku nanti jika tahu aku dekat
dengan Seno, orang yang selama ini aku sembunyikan dari mereka. Bagaimana kalau
Resti tahu kalau aku mencintai Seno bukanlah Rendi. Mendadak kepalaku pening
sekali memikirkan berbagai macam hal.
“Neng
Silvi, ada neng Yolanda di luar cari neng.” Kata Bi Sumi yang tiba-tiba
membuyarkan segala lamunanku.
“Iya,
Bi. Makasih.”
Yolanda
sengaja aku ajak untuk menginap di rumahku malam minggu ini. Aku merasa
kesepian. Sengaja aku hanya mengajak Yolanda, tahu sendiri hubunganku dengan
Resti akhir-akhir ini sedang memanas tentang hal yang tidak jelas. Sedangkan
Cindy, kubiarkan dia menjadi teman penenang Resti.
“Ada
apa sih beb sebenernya kok sampe aku suruh nginep segala?” tanya Yolanda
sekedar ingin tahu sambil membawa kaca bergambar hello kitty kesukaannya.
“Kan
besok acara ulang tahunku, kamu di sini buat bantu aku lah.” Sahutku asal-asalan.
“Sial,
jadi aku kesini Cuma buat jadi pembantu kamu, Vi.”
“Aissh,
kamu ini setidaknya bisa bantu-bantulah. Hahaha.”
“Kenapa
nggak ajak Resti dan Cindy, mereka masih kamu anggap sahabat kan?”
“Pastilah,
Nda. Mereka tetap sahabatku. Cuma aku butuh sedikit privasi aja. Aku lagi malas
dengan Resti, apapun yang aku lakukan pasti sampai ke telinga Rendi.” Aku mulai
membuka sesi curhat dengan Yolanda. Yolanda segera meletakan kacanya di dalam
tasnya. Kali ini dia sedang tak menggubris penampilannya.
“Aku
juga penasaran sebenarnya kamu suka nggak sih sama Rendi? Padahal banyak yang
mau sama Rendi termasuk Resti. Tapi kamu selama ini acuh sama Rendi.”
“Rendi
tipikal cowo posesif, aku nggak suka dia, Nda. Bisa mati lah aku kalau apa-apa
dilarang ini itu, sepertinya dia lebih cocok dengan Resti.”
“Kamu
tau sendiri kan, Rendi nggak suka sama Resti. Lagipula, Resti lagi deketin
salah satu teman dekat Rendi namanya Farel. Terus kamu suka siapa sebenarnya?”
“Kalau
sudah waktunya nanti aku pasti akan kasih tahu kamu, Nda.”
Yolanda
kini terdiam. Sepertinya dia sahabat yang paling mengerti dengan hatiku. Dia
sahabat yang paling memahami keinginanku di saat teman-temanku yang lain hanya
mampu menyudutkanku tanpa bertanya bagaimana perasaanku saat ini.
***
Sebelum
acara ulang tahun di mulai, aku sudah berdandan dengan rapi malam ini. Memakai
gaun berwarna merah dan wedges yang tak terlalu tinggi. Sekitar jam delapan
malam, teman-temanku sudah berkumpul di halaman rumahku yang cukup luas ini.
konsepnya memang pesta kebun sehingga mereka sudah menunggu acara di mulai di
kebun halaman rumahku. Aku senang, papa telah membuatkan pesta ulang tahunku ke
17 tahun dengan begitu sempurna.
“Mana
dia?” tanya Yolanda penasaran sambil celingak-celinguk melihat kesana kemari.
“Kamu
cari siapa sih?” tanyaku yang ikutan resah karena seseorang yang aku tunggu
belum juga datang.
“Riko,
beb. Katanya dia mau datang lima menit lagi tapi ini udah lima belas menit lho.”
“Hai,
Vi. Happy birthday ya.” Resti dan Cindy datang membawakan sebuah bingkisan kado
besar. Lalu kami pun cipika-cipiki.
“Makasih
ya.”
“Maaf,
Vi aku sama Resti telat soalnya tadi ada keributan deket rumah kamu. Nggak tau
ada apa.”
“Ya,
udah nggak papa kok. Yang penting kalian sudah sampe di sini. Kayaknya kita
mulai aja deh acaranya.”
Aku
segera memberi isyarat ke Mas Kris, dia adalah selaku MC acara party ulang
tahunku ini. Aku mulai gelisah saat seseorang yang aku tunggu belum juga
datang. Tiba-tiba seseorang datang dari balik gerbang, tapi aku kecewa karena
yang aku lihat adalah Rendi, Riko dan Anang. Lalu kemana Seno?
“Terima
kasih teman-temanku semua udah mau meluangkan waktu untuk datang ke rumahku
dalam perayaan ulang tahunku yang ke 17 tahun. Semoga malam ini kalian ikut
merasakan kebahagiaan juga.” Kataku semangat karena teman-teman sudah berkumpul
dalam keadaan sukacita.
Lalu sekarang
make a wish dan peniupan lilin lalu teman-teman bersorak sorak untuk memberikan
potongan kue kepada seseorang yang aku sayangi. Aku mencari sosok Seno tapi tak
juga terlihat, hanya wajah Rendi lah yang terlihat dengan selalu tersenyum.
“Potongan
kue ini aku akan berikan buat Papaku.” Kataku semangat sambil menyerahkan
potongan kue tart coklat. Potongan kue kedua pun aku berikan untuk ketiga
sahabatku. Dan yang pasti yang terakhir aku hanya mampu berkata potongan kue
ini untuk diriku sendiri. Teman-teman
kembali bersorak dalam kecewa karena aku tak memberikannya untuk
seseorang yang aku sayangi lebih dari teman. Setelah itu acara dilanjutkan
dengan makan-makan sepuasnya.
“Kamu
kenapa Vi?siapa yang kamu tunggu. Rendi bukannya sudah datang ya.” Kata Cindy
sambil makan sup buah. Aku seperti tertangkap basah kali ini, terlihat sedang
menunggu seseorang.
“Aku
nggak nunggu siapa-siapa kok.”
“Hai,
Vi.” Sapa Rendi dari balik kerumunan. Cindy segera meninggalkan aku berdua
dengan Rendi.
“Selamat
ulang tahun. Aku punya hadiah buat kamu. Aku harap kamu mau memakainya.” Rendi
segera memperlihatkan kalung berwarna perak dengan liontin bertuliskan Silvia.
Rendi segera memakaikan kalung itu pada leherku. Sedikit tak enak hati aku
memakainya, tapi setidaknya aku menghargai pemberiannya.
“Ciye...ciye
so sweet banget kalian.” Kata Resti tiba-tiba yang melihatku dan Rendi. Rendi
jadi salah tingkah, lalu aku pergi meninggalkan Rendi dan Resti kembali ke
dalam kerumunan teman-teman yang lain dan makan bersama mereka.
Acara berlangsung
selama dua jam. Dan akhirnya selesai juga acara ini, tapi wajahku kuyu dan
sedikit kecewa karena Seno tidak datang. Aku kecewa, dia tidak menepati
janjinya. Saat yang lain sudah pulang, tiba-tiba masih ada Rendi yang masih
tinggal di rumahku.
“Aku
mau ngomong sama kamu, Vi.” Kata Rendi dengan lirih.
“Apa?”
tanyaku sedikit sinis.
“Aku
sayang sama kamu, Vi. Aku berharap kamu juga sayang sama aku. Kamu terima aku
kan buat jadi pacar kamu.”
“Aku
baru tahu, ternyata kamu juga laki-laki dengan tingkat kepedean tinggi.”
“Jadi,
maksudmu kamu nggak mau terima aku.”
“Aku
nggak perlu jawab, kamu pasti tau jawabanku. Aku pernah bilang sebelumnya,
carilah orang yang juga sayang denganmu.” Kataku sambil berusaha meninggalkan
Rendi. Rendi lalu menarik tanganku kuat-kuat mencoba menghentikan langkahku
untuk pergi.
“Nggak
bisakah kamu mencoba melihat aku dan hatiku buat kamu?”
“Maaf,
Ren.”
Dalam sekejap
Rendi berusaha menciumku, tapi aku berhasil terlepas dari serbuannya. Sedikit memaksa
dari Rendi sehingga aku sedikit meronta dan spontan tanganku terlepas menampar
pipinya.
Plaaak...
Aku pun
berlari meninggalkan Rendi yang sudah kelewatan itu. Membiarkan malam yang
seharusnya indah ini menjadi mimpi buruk untukku. Aku menangisi malam ini.
Menangis kecewa karena Seno tidak datang.
Kamu kemana
Seno????
-bersambung
...
gaya penulisan mbak keren kaliii...sya suka
ReplyDeletehihihi,,,makasih kakak....selamat membaca yaa :)
ReplyDeletelanjutannya cepeeeettt dong :o
ReplyDeleteudah ada lanjutannya sist, silahkaaaaann :)
ReplyDelete