21 December 2014

Saat Hujan Memutar Kenangan Part 3


“Silvia!” panggil Seno saat aku hendak membuka pintu mobil, aku menoleh ke arahnya. Dan dia menarik tanganku mengajakku menjauh dari rumah dan mobil. Aku sedikit bingung dengan sikapnya hari ini.

“Aku pasti akan datang ke acara ulang tahunmu, Vi.” Kata Seno sambil tiba-tiba dia mengecup bibirku. Hangat saat bibirku menyentuh bibirnya. Aku hanya mampu tercenung sesaat setelah Seno menciumku.


“Ayo, kita pulang. Sopirmu sudah menunggu.” Ajak Seno sambil terus menggandeng tanganku mendekati mobilku. Entah apa yang sebenarnya aku rasakan terhadap Seno. Mungkinkah aku benar-benar jatuh cinta dengannya.

Aku terus saja memikirkan Seno sejak hari itu. Setiap sebelum tidur, aku selalu berharap aku akan memimpikannya. Tapi apa kata teman-temanku nanti jika tahu aku dekat dengan Seno, orang yang selama ini aku sembunyikan dari mereka. Bagaimana kalau Resti tahu kalau aku mencintai Seno bukanlah Rendi. Mendadak kepalaku pening sekali memikirkan berbagai macam hal.

“Neng Silvi, ada neng Yolanda di luar cari neng.” Kata Bi Sumi yang tiba-tiba membuyarkan segala lamunanku.

“Iya, Bi. Makasih.”

Yolanda sengaja aku ajak untuk menginap di rumahku malam minggu ini. Aku merasa kesepian. Sengaja aku hanya mengajak Yolanda, tahu sendiri hubunganku dengan Resti akhir-akhir ini sedang memanas tentang hal yang tidak jelas. Sedangkan Cindy, kubiarkan dia menjadi teman penenang Resti.

“Ada apa sih beb sebenernya kok sampe aku suruh nginep segala?” tanya Yolanda sekedar ingin tahu sambil membawa kaca bergambar hello kitty kesukaannya.

“Kan besok acara ulang tahunku, kamu di sini buat bantu aku lah.” Sahutku asal-asalan.

“Sial, jadi aku kesini Cuma buat jadi pembantu kamu, Vi.”

“Aissh, kamu ini setidaknya bisa bantu-bantulah. Hahaha.”

“Kenapa nggak ajak Resti dan Cindy, mereka masih kamu anggap sahabat kan?”

“Pastilah, Nda. Mereka tetap sahabatku. Cuma aku butuh sedikit privasi aja. Aku lagi malas dengan Resti, apapun yang aku lakukan pasti sampai ke telinga Rendi.” Aku mulai membuka sesi curhat dengan Yolanda. Yolanda segera meletakan kacanya di dalam tasnya. Kali ini dia sedang tak menggubris penampilannya.

“Aku juga penasaran sebenarnya kamu suka nggak sih sama Rendi? Padahal banyak yang mau sama Rendi termasuk Resti. Tapi kamu selama ini acuh sama Rendi.”

“Rendi tipikal cowo posesif, aku nggak suka dia, Nda. Bisa mati lah aku kalau apa-apa dilarang ini itu, sepertinya dia lebih cocok dengan Resti.”

“Kamu tau sendiri kan, Rendi nggak suka sama Resti. Lagipula, Resti lagi deketin salah satu teman dekat Rendi namanya Farel. Terus kamu suka siapa sebenarnya?”

“Kalau sudah waktunya nanti aku pasti akan kasih tahu kamu, Nda.”

Yolanda kini terdiam. Sepertinya dia sahabat yang paling mengerti dengan hatiku. Dia sahabat yang paling memahami keinginanku di saat teman-temanku yang lain hanya mampu menyudutkanku tanpa bertanya bagaimana perasaanku saat ini.

***
Sebelum acara ulang tahun di mulai, aku sudah berdandan dengan rapi malam ini. Memakai gaun berwarna merah dan wedges yang tak terlalu tinggi. Sekitar jam delapan malam, teman-temanku sudah berkumpul di halaman rumahku yang cukup luas ini. konsepnya memang pesta kebun sehingga mereka sudah menunggu acara di mulai di kebun halaman rumahku. Aku senang, papa telah membuatkan pesta ulang tahunku ke 17 tahun dengan begitu sempurna.

“Mana dia?” tanya Yolanda penasaran sambil celingak-celinguk melihat kesana kemari.

“Kamu cari siapa sih?” tanyaku yang ikutan resah karena seseorang yang aku tunggu belum juga datang.

“Riko, beb. Katanya dia mau datang lima menit lagi tapi ini udah lima belas menit lho.”

“Hai, Vi. Happy birthday ya.” Resti dan Cindy datang membawakan sebuah bingkisan kado besar. Lalu kami pun cipika-cipiki.

“Makasih ya.”

“Maaf, Vi aku sama Resti telat soalnya tadi ada keributan deket rumah kamu. Nggak tau ada apa.”

“Ya, udah nggak papa kok. Yang penting kalian sudah sampe di sini. Kayaknya kita mulai aja deh acaranya.”

Aku segera memberi isyarat ke Mas Kris, dia adalah selaku MC acara party ulang tahunku ini. Aku mulai gelisah saat seseorang yang aku tunggu belum juga datang. Tiba-tiba seseorang datang dari balik gerbang, tapi aku kecewa karena yang aku lihat adalah Rendi, Riko dan Anang. Lalu kemana Seno?

“Terima kasih teman-temanku semua udah mau meluangkan waktu untuk datang ke rumahku dalam perayaan ulang tahunku yang ke 17 tahun. Semoga malam ini kalian ikut merasakan kebahagiaan juga.” Kataku semangat karena teman-teman sudah berkumpul dalam keadaan sukacita.

Lalu sekarang make a wish dan peniupan lilin lalu teman-teman bersorak sorak untuk memberikan potongan kue kepada seseorang yang aku sayangi. Aku mencari sosok Seno tapi tak juga terlihat, hanya wajah Rendi lah yang terlihat dengan selalu tersenyum.

“Potongan kue ini aku akan berikan buat Papaku.” Kataku semangat sambil menyerahkan potongan kue tart coklat. Potongan kue kedua pun aku berikan untuk ketiga sahabatku. Dan yang pasti yang terakhir aku hanya mampu berkata potongan kue ini untuk diriku sendiri. Teman-teman  kembali bersorak dalam kecewa karena aku tak memberikannya untuk seseorang yang aku sayangi lebih dari teman. Setelah itu acara dilanjutkan dengan makan-makan sepuasnya.

“Kamu kenapa Vi?siapa yang kamu tunggu. Rendi bukannya sudah datang ya.” Kata Cindy sambil makan sup buah. Aku seperti tertangkap basah kali ini, terlihat sedang menunggu seseorang.

“Aku nggak nunggu siapa-siapa kok.”

“Hai, Vi.” Sapa Rendi dari balik kerumunan. Cindy segera meninggalkan aku berdua dengan Rendi.

“Selamat ulang tahun. Aku punya hadiah buat kamu. Aku harap kamu mau memakainya.” Rendi segera memperlihatkan kalung berwarna perak dengan liontin bertuliskan Silvia. Rendi segera memakaikan kalung itu pada leherku. Sedikit tak enak hati aku memakainya, tapi setidaknya aku menghargai pemberiannya.

“Ciye...ciye so sweet banget kalian.” Kata Resti tiba-tiba yang melihatku dan Rendi. Rendi jadi salah tingkah, lalu aku pergi meninggalkan Rendi dan Resti kembali ke dalam kerumunan teman-teman yang lain dan makan bersama mereka.

Acara berlangsung selama dua jam. Dan akhirnya selesai juga acara ini, tapi wajahku kuyu dan sedikit kecewa karena Seno tidak datang. Aku kecewa, dia tidak menepati janjinya. Saat yang lain sudah pulang, tiba-tiba masih ada Rendi yang masih tinggal di rumahku.

“Aku mau ngomong sama kamu, Vi.” Kata Rendi dengan lirih.

“Apa?” tanyaku sedikit sinis.

“Aku sayang sama kamu, Vi. Aku berharap kamu juga sayang sama aku. Kamu terima aku kan buat jadi pacar kamu.”

“Aku baru tahu, ternyata kamu juga laki-laki dengan tingkat kepedean tinggi.”

“Jadi, maksudmu kamu nggak mau terima aku.”

“Aku nggak perlu jawab, kamu pasti tau jawabanku. Aku pernah bilang sebelumnya, carilah orang yang juga sayang denganmu.” Kataku sambil berusaha meninggalkan Rendi. Rendi lalu menarik tanganku kuat-kuat mencoba menghentikan langkahku untuk pergi.

“Nggak bisakah kamu mencoba melihat aku dan hatiku buat kamu?”

“Maaf, Ren.”

Dalam sekejap Rendi berusaha menciumku, tapi aku berhasil terlepas dari serbuannya. Sedikit memaksa dari Rendi sehingga aku sedikit meronta dan spontan tanganku terlepas menampar pipinya.

Plaaak...

Aku pun berlari meninggalkan Rendi yang sudah kelewatan itu. Membiarkan malam yang seharusnya indah ini menjadi mimpi buruk untukku. Aku menangisi malam ini. Menangis kecewa karena Seno tidak datang.

Kamu kemana Seno????

-bersambung ...


4 comments: