22 December 2014

Saat Hujan Memutar Kenangan Part 5



Aku menikmati sebuah lagu dari Lara Fabian Broken Vow dari daftar list Mp3 di hp-ku. Hatiku masih terasa hampa sejak kepindahan Seno ke Jogja satu setengah tahun yang lalu. Waktu begitu cepat berlalu. Hari ini adalah hari dimana hari kelulusanku.

Tell me her name
I want to know
The way she looks
And where you go
I need to see her face
I need to understand
Why you and i came to an end

Tell me again
I want to hear
Who broke my faith in all these years
Who lays with you at night
When i’m here all alone
Remembering when i was your own

I let You go
I let you fly Why do i keep on asking why
I let you go
Now that i found
A way to keep somehow
More than a broken vow

Aku menatap kepada sebuah pintu gerbang sekolah dengan sendu. Melihat seorang wanita berdiri sambil sesekali memandang Hp-nya dengan kesal. Lalu seorang laki-laki menghampiri sambil menawarkan sebuah payung.

“Non, sudah sampai.” Tiba-tiba suara Mang Mamad membuyarkan lamunanku. Astaga bisa-bisanya aku melamun, dan memikirkan sesuatu di masalalu.

“Oh, i...iya mang.” Aku segera beranjak turun dari dalam mobil tapi tiba-tiba aku merasakan sakit pada bagian pinggang. Aku sedikit membungkuk sambil terus menahan rasa sakitku.

“Non, kenapa non?”tanya Mang mamad panik melihatku membungkuk seperti orang kesakitan.

“Nggak papa, Mang, Nanti juga hilang kok.”

“Non, pasti kurang minum lagi kan. Papa sudah bilang kan harus banyak minum.” Mang Mamad mencoba mengingatkan aku. Sepertinya aku memang anak yang keras kepala. Tapi tiba-tiba sakit terasa sedikit hilang, dan aku segera masuk ke dalam sekolah yang sudah ramai sekali.

Yolanda, Resti dan Cindy sudah berjingkrak-jingkrak kegirangan karena melihat nama mereka dalam daftar pengumuman siswa yang lulus. Aku segera melihatnya. Dan Alhamdulilah, namaku menjadi salah satu daftar siswa dan siswi yang lulus. Silviana Anggraeni.

“Vi, akhirnya kita lulus!” Resti segera memelukku di susul pula oleh Yolanda dan Cindy. Aku bahagia sekali hari ini dapat merayakan kelulusan bersama teman-temanku yang lain.

***
“Hei, Silvia!” seseorang telah mengangetkan aku, dia Puput teman satu kostku. saat telingaku tersumpal headset menyanyikan suara merdu Lara Fabian, sambil menikmati hujan yang terus saja turun dari pagi.

“Ya, ampun Puput kamu nggak ketuk pintu dulu.” Sahutku dengan kesal. Puput langsung saja melihat Hp-ku.

“Huh, Lara Fabian - Broken Vow. Dari dulu lagumu itu-itu saja. Sudah hampir 4 tahun kamu di Jogja, kamu belum juga move-on dari cinta pertama kamu.” Cerocos Puput yang super cerewet itu.

“Aku sudah berusaha melupakan kok.” Aku mencoba tak mengungkitnya kembali. Benar kata Puput sudah empat tahun aku tinggal di Jogja, aku belum juga menemukan Seno.

“Iya, sampai kamu bela-belain ke Jogja buat lanjutin kuliah dan bertemu dengan Seno. Sudah empat tahun, Vi. Mungkin takdir berkata lain tentang kalian. Kamu bisa membuka hatimu buat yang lain. Contohnya mas Dimas yang ganteng itu.”

“Tapi aku harus ketemu Seno, Put. Aku mau menyampaikan sesuatu dulu sama dia.”

“Hei, kalian ini sudah nggak ketemu udah lima tahun lebih. Bisa aja kan Seno udah nikah sama wanita lain.” Kata Puput lalu menutup mulutnya. Aku hanya mengernyitkan dahi, mungkin ada benarnya juga kata Puput. Tapi sekali lagi aku tetap cuek dengan celotehannya.

Terkadang aku ingin melupakan semua tentang Seno. Tapi hatiku masih kekeh untuk menemukannya. Berharap takdir benar-benar berpihak padaku dan Seno.

“Mau kemana, Vi?” tanya Puput yang melihatku beranjak dari dudukku. Sambil membawa sebuah payung berwarna pelangi. Aku tersenyum melihat payungku yang masih terjaga meski waktu terus saja berputar.

“Haha, payung berwarna norak itu lagi yang kamu pakai, Vi.”

“Ini payung spesial, Put. Nggak setiap orang punya kali. Sudah ah, aku pergi jalan-jalan dulu menikmati suasana sore. Gerimis-gerimis jalan-jalan romantis.”

“Ah, dasar lebay kamu.”

“Hahaha.” Aku tertawa ceria sambil terus berjalan meninggalkan kost-ku. Tiba-tiba aku melihat sebuah pelangi, dan tercenung sesaat.

“Kata orang saat pelangi muncul, orang yang sudah tiada akan ada di atas pelangi itu untuk melihat keluarganya yang masih hidup. Mungkin adikku saat ini juga sedang melihatku.”

Kata-kata Seno saat itu masih saja terngiang-ngiang di dalam kepalaku. Sudah lima tahun ini, aku tak pernah melihat pelangi. Seperti warna payungku ini. Aku membayangkan kalau almarhum mama sedang melihatku dari atas pelangi.


Tuhan, aku masih selalu percaya akan takdirmu. Biarkan aku bertemu dengannya. Aku berjalan masih terus menatap sebuah pelangi itu. sampai tiba-tiba aku tak melihat di depanku ada sebuah mobil lalu suara klakson mengagetkan aku.

Bruukk...



Aku membiarkan tubuhku melayang bebas. Hantaman mobil itu membuatku terjatuh. Gerimis membuat badanku seketika basah. Dan sedikit perih terasa pada tubuhku. Seseorang menolongku dari dalam mobil. Wajah itu, wajah yang sudah tidak asing lagi, semakin dekat wajah itu semakin jelas dan nyata. Lalu pandanganku mulai kabur.

Benarkah dia???

Semoga ini bukanlah mimpi belaka saja.


-bersambung...

0 comments:

Post a Comment