Aku
menikmati sebuah lagu dari Lara Fabian Broken Vow dari daftar list Mp3 di
hp-ku. Hatiku masih terasa hampa sejak kepindahan Seno ke Jogja satu setengah
tahun yang lalu. Waktu begitu cepat berlalu. Hari ini adalah hari dimana hari
kelulusanku.
Tell me
her name
I want
to know
The way she looks
And
where you go
I need
to see her face
I need
to understand
Why you
and i came to an end
Tell me
again
I want
to hear
Who
broke my faith in all these years
Who
lays with you at night
When i’m
here all alone
Remembering
when i was your own
I let
You go
I let
you fly Why do i keep on asking why
I let
you go
Now
that i found
A way
to keep somehow
More
than a broken vow
Aku
menatap kepada sebuah pintu gerbang sekolah dengan sendu. Melihat seorang
wanita berdiri sambil sesekali memandang Hp-nya dengan kesal. Lalu seorang
laki-laki menghampiri sambil menawarkan sebuah payung.
“Non,
sudah sampai.” Tiba-tiba suara Mang Mamad membuyarkan lamunanku. Astaga
bisa-bisanya aku melamun, dan memikirkan sesuatu di masalalu.
“Oh,
i...iya mang.” Aku segera beranjak turun dari dalam mobil tapi tiba-tiba aku
merasakan sakit pada bagian pinggang. Aku sedikit membungkuk sambil terus
menahan rasa sakitku.
“Non,
kenapa non?”tanya Mang mamad panik melihatku membungkuk seperti orang
kesakitan.
“Nggak
papa, Mang, Nanti juga hilang kok.”
“Non, pasti kurang minum lagi kan. Papa sudah
bilang kan harus banyak minum.” Mang Mamad mencoba mengingatkan aku. Sepertinya
aku memang anak yang keras kepala. Tapi tiba-tiba sakit terasa sedikit hilang,
dan aku segera masuk ke dalam sekolah yang sudah ramai sekali.
Yolanda, Resti dan Cindy sudah
berjingkrak-jingkrak kegirangan karena melihat nama mereka dalam daftar
pengumuman siswa yang lulus. Aku segera melihatnya. Dan Alhamdulilah, namaku
menjadi salah satu daftar siswa dan siswi yang lulus. Silviana Anggraeni.
“Vi, akhirnya kita lulus!” Resti segera
memelukku di susul pula oleh Yolanda dan Cindy. Aku bahagia sekali hari ini
dapat merayakan kelulusan bersama teman-temanku yang lain.
***
“Hei,
Silvia!” seseorang telah mengangetkan aku, dia Puput teman satu kostku. saat
telingaku tersumpal headset menyanyikan suara merdu Lara Fabian, sambil
menikmati hujan yang terus saja turun dari pagi.
“Ya,
ampun Puput kamu nggak ketuk pintu dulu.” Sahutku dengan kesal. Puput langsung
saja melihat Hp-ku.
“Huh,
Lara Fabian - Broken Vow. Dari dulu lagumu itu-itu saja. Sudah hampir 4 tahun
kamu di Jogja, kamu belum juga move-on dari cinta pertama kamu.” Cerocos Puput
yang super cerewet itu.
“Aku
sudah berusaha melupakan kok.” Aku mencoba tak mengungkitnya kembali. Benar kata
Puput sudah empat tahun aku tinggal di Jogja, aku belum juga menemukan Seno.
“Iya,
sampai kamu bela-belain ke Jogja buat lanjutin kuliah dan bertemu dengan Seno.
Sudah empat tahun, Vi. Mungkin takdir berkata lain tentang kalian. Kamu bisa
membuka hatimu buat yang lain. Contohnya mas Dimas yang ganteng itu.”
“Tapi
aku harus ketemu Seno, Put. Aku mau menyampaikan sesuatu dulu sama dia.”
“Hei,
kalian ini sudah nggak ketemu udah lima tahun lebih. Bisa aja kan Seno udah
nikah sama wanita lain.” Kata Puput lalu menutup mulutnya. Aku hanya
mengernyitkan dahi, mungkin ada benarnya juga kata Puput. Tapi sekali lagi aku
tetap cuek dengan celotehannya.
Terkadang
aku ingin melupakan semua tentang Seno. Tapi hatiku masih kekeh untuk
menemukannya. Berharap takdir benar-benar berpihak padaku dan Seno.
“Mau
kemana, Vi?” tanya Puput yang melihatku beranjak dari dudukku. Sambil membawa
sebuah payung berwarna pelangi. Aku tersenyum melihat payungku yang masih
terjaga meski waktu terus saja berputar.
“Haha,
payung berwarna norak itu lagi yang kamu pakai, Vi.”
“Ini
payung spesial, Put. Nggak setiap orang punya kali. Sudah ah, aku pergi
jalan-jalan dulu menikmati suasana sore. Gerimis-gerimis jalan-jalan romantis.”
“Ah,
dasar lebay kamu.”
“Hahaha.”
Aku tertawa ceria sambil terus berjalan meninggalkan kost-ku. Tiba-tiba aku
melihat sebuah pelangi, dan tercenung sesaat.
“Kata orang saat pelangi muncul, orang yang
sudah tiada akan ada di atas pelangi itu untuk melihat keluarganya yang masih
hidup. Mungkin adikku saat ini juga sedang melihatku.”
Kata-kata
Seno saat itu masih saja terngiang-ngiang di dalam kepalaku. Sudah lima tahun
ini, aku tak pernah melihat pelangi. Seperti warna payungku ini. Aku
membayangkan kalau almarhum mama sedang melihatku dari atas pelangi.
Tuhan,
aku masih selalu percaya akan takdirmu. Biarkan aku bertemu dengannya. Aku
berjalan masih terus menatap sebuah pelangi itu. sampai tiba-tiba aku tak
melihat di depanku ada sebuah mobil lalu suara klakson mengagetkan aku.
Bruukk...
Aku
membiarkan tubuhku melayang bebas. Hantaman mobil itu membuatku terjatuh.
Gerimis membuat badanku seketika basah. Dan sedikit perih terasa pada tubuhku.
Seseorang menolongku dari dalam mobil. Wajah itu, wajah yang sudah tidak asing
lagi, semakin dekat wajah itu semakin jelas dan nyata. Lalu pandanganku mulai
kabur.
Benarkah dia???
Semoga ini bukanlah mimpi belaka saja.
-bersambung...
0 comments:
Post a Comment